Purana
Kita
dapat jumpai dalam Kitab – kitab Atharva Veda (XI.7.24 dan XV.7.11-12),
Sathapatha Brahmana (XI.5.6.8), Bhradaranyaka Upanisad (IV.5.11), Candogya
Upanisad (III,4.1-2) dan lain – lain oleh karenanya dapat dinyatakan bahwa
“Purana” telah muncul sebelum ditetapkannya tahun masehi. Kitab – kitab Semerti
menyatakan bahwa Purana adalah buku – buku yang memberikan komentar
(Penjelasan) tentag segala sesuatu dalam Kitab Suci Veda. Dari berbagai pernyataan
tersebut di atas dapat disebutkan bahwa “Purana” benar – benar merupakan
susastra Veda yang amat tua usianya disusun jauh dimasa lalu. Sebagai jenis
susastra Hindu, Purana telah ada sejak jaman Veda. Seperti telah disebutkan di
atas istilah Purana sebagai suatu karya sastra keagamaan yang di dalamnya di
kandung ceritra – ceritra kuno dapat pula kita jumpai didalam susastra Veda, di
dalamnya Kitab – kitab Itihasa, seperti dalam Ramayana (Karya Maha Rsi Valmiki)
dan Mahabharata (Karya Maha Rsi Vyasa). Dalam Kitab Manawa Dharmasastra (Karya
Maha Rsi Manu) juga menyebutkan tentang Purana.
Purana
berasal dari kata : Pura + Ana menjadi kata “Purana”. “Pura” berarti kuno atau
jaman kuno dan “Ana” berarti menyatakan. Jadi Purana adalah sejarah kuno.
Purana isinya menceritakan Dewa – dewa, Raja – raja, dan Rsi – rsi kuno. Purana
juga berarti ceritra kuno dan setiap ceritra Purana intinya mengandung ajaran
agama. Kata “Pura” di dalam Purana mengandung dua pengertian yaitu yang lalu
dan yang akan datang. Kata “Purana” dapat dijumpai lebih dari puluhan kali di
dalam Kitab Suci Rg Veda, sebagai kata sifat yang berarti kuno atau tua. Kitab
Nighantu (III.27) menyebutkan enam kata di dalam Veda yang mengandung
pengertian “Purana” antara lain : Pratnam, Pradirah, Pravayah, Sanemi, Purvyam,
Ahnaya. Yaska dalam Kitabnya Nirukta (III.9) menyatakan “Purana” berasal dari
kata “Pura” yakni Pura Nayan Bhavati artinya sesuatu yang baru di masa silam.
Kata “Purana” barangkali berasal dari kata “Puratana” kemudian dalam bentuknya
berubah menjadi “Purana”. Secara etimologi, istilah Purana dijumpai dalam Kitab
Vayu Purana (I.203) yakni berasal dari kata “Pura” (pada masa purba, terdahulu)
dan dari kata “An” artinya bernafas atau hidup, oleh karena itu kata “Purana”
berarti mereka yang hidup dari jaman purba (Yasmat Pura Hyamati dan Purana Tena
Tatsmartam). Kitab Brahmanda Purana (I.1.173) menyatakan disebut Purana karena
keberadaannya di jaman yang sangat purba (Yasmat Pura Hyabhucaitat Purana Tena
Tatsmrtam). Sedangkan Padma Purana (V.2.253) sedikit berbeda dalam menjelaskan
etimologi Purana, yang menyatakan : hal tersebut dinamakan “Purana” karena
merindukan atau menginginkan (kehidupan) masa lampau, dari kata “Pura” dan akar
kata “Vas” yang berarti merindukan atau menginginkan (Pura Puram Vasisteha
Puranam Tena Vai Smrtam). Menurut Panini (4.2.23,2.1.4) “Purana” berasal dari
“Pura” (Purvasminkala), artinya yang telah ada di masa lalu. Matsya Purana
(53.63) menggambarkan bahwa Purana mengandung catatan kejadian – kejadian masa
yang silam. Walaupun di jaman yang sangat purba, kita belum menemukan susastra
Purana, sesungguhnya ceritra – ceritra yang terdapat dalam kitab – kitab Purana
sudah di kenal jauh sebelum sabda suci Veda dihimpun. (Pusalker 1959 :75).
Dalam Ramayana karya Valmiki (IV.62,13) kata Purana berarti ramalan yang dibuat
pada jaman purba (Winternitz 1990 : 501 ff). Maha Rsi Kautilya pada kitabnya
Artha Sastra (I.5.14) yang membahas tentang Itihasa menyebutkan bahwa “Purana”
dan Itivrtta dari segi isinya merupakan bagian dari Itihasa. Itivrtta berarti
peristiwa bersejarah, Purana berarti mitologi dan tradisi yang lama dalam
legenda. Di dalam Matsya Purana (I.203) dinyatakan bahwa kata “Purana” berasal
dari kata : (1) Puranyate, (2) Puraanati, (3) Purabhavam,
ketiga kata – kata ini mengandung makna keadaan yang lalu atau kedaan yang
telah lalu. Selanjutnya dalam Kitab Laksikon Sabda Kalpa Druma (III.179) secara
gramatika kata “Purana” dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pura
(Puvasmin kale) Bhavam (Panini 4.3.23 ; 2.1.29 atau 4.3.105)
2. Pura
Niyate Iti (Tagore, 1992, Vol.7, Part I : XVII)
Seorang sarjana besar ahli Bahasa
Sansekerta Rangacarya memberikan definisi tentang “Purana” yang menyatakan
bahwa terdiri dari dua kata yaitu : “Pura” dan “Nava”. Pura berarti lama dan
Nava berarti baru. Purana berarti segala sesuatu tradisi yang baik dan selalu
menarik untuk diceritakan kembali ada sejak jaman purba. Margaret dan James
Stutly dalam Harper’s Dictionary of Hinduism menyatakan : Purana merupakan
kumpulan cerita kuno setelah jaman Veda. Chakuntala Jagannathan menjelaskan
tentang Kitab – kitab Purana sebagai berikut : setelah Sruti, Smrti, dan
Itihasa kita memiliki buku yang ke-4 yakni Kitab – kitab Purana. Kitab – kitab
Purana terdiri dari 18 macam. Berdasarkan dari berbagai pendapat tersebut di
atas, maka dapat dinyatakan bahwa Purana merupakan susatra Hindu yang di
dalamnya penuh dengan ceritra keagamaan, memberi tuntunan bagi kehidupan dan
kehidupan umat manusia.
Ruang Lingkup dan jumlah Kitab – kitab Purana
Beberapa
Kitab Purana seperti : Matsya (53.3.11), Vayu (I.60-61) Brahmanda (I.1.40-41),
Lingga (I.2.2), Naradya (I.92.22-26), dan Padma Purana menyatakan aslinya Kitab
Purana hanyalah satu dan Brahma yang pertama kali mengajarkannya, kemudian barulah
Kitab Suci Veda diturunkan muncul dari bibir Brahma demikianlah asalnya yang
selanjutnya berkembang menjadi seratus karor sloka dan itulah inti sarinya yang
diumumkan pada setiap jaman Dvapara (Dvapara Yuga) oleh Maha Rsi Vyasa. Adapun
unsur penting dalam Kitab Purana tentang “Panca Laksana” seperti yang
disebutkan dalam Kitab Kurma Purana :
Sargas ca prati sargas ca
Vamso manvantarani ca
Vansanucaritam cai va
Puranam pancalaksanam
Kurma
Purana (I.1-12)
Ada lima unsur penting dalam Kitab Purana
yang disebut Panca Laksana yaitu : Sarga (ciptaan alam semesta yang pertama),
Prati Sarga (citaan alam semesta yang kedua), Vamsa (keturunan raja – raja dan
rsi – rsi), Manvantara (perubahan dari manu ke manu), Vamsanucaritam (diskripsi
keturunan yang akan datang.
Selanjutnya jumlah Kitab Purana sebanyak
delapan belas buah (umumnya kitab – kitab ini disebut Maha Purana). Kurma
Purana (I.1.13-15) mengenai daftar urutan Kitab – kitab Purana dari 1-18
sekaligus jumlah slokanya masing – masing seperti tercantum dalam tabel
(Purana-Dr.Titib, Hal 27). Di dalam satu sloka dari Devebhagavata Purana, kita
menemukan nama – nama Purana untuk mudah mengingatnya.
Madhvayam
bhadvayam caiva
Bratrayam
vacatustayam
Nalimpagnim
kuskam garudam eva
Devibhagavata
(I.3.2)
Adapun makna terjemahan sloka ini adalah
menguraikan nama dan jumlah Kitab – kitab Purana, sebagai berikut :
a. Dua
dengan hurup “ma”
1. Matsya
Purana
2. Markandeya Purana
b. Dua
dengan hurup “bha”
1. Bhavisya
Purana 2.
Bhagavata Purana
c. Tiga
dengan hurup “bra”
1. Brahma
Purana
2.
Brahmanda Purana
3. Brahma Vaivarta
Purana
d. Empat
dengan hurup “va”
1. Visnu
Purana
2. Vayu Purana
3. Vamana
Purana
4. Varaha Purana
e. Tujuah
dengan hurup “na, lin, va, agnim, kuskam, dan garudam”, yaitu :
1. Narada
Purana
2. Lingga Purana
3. Padma
Purana
4. Agni Purana
5. Kurma
Purana
6. Skanda Purana
7. Garuda Purana
Daftar ke delapan belas Purana diberikan
pada masing – masing kitab tersebut sebagai pertimbangannya, tak ada yang
pertama dan tak ada yang terakhir namun kesemuanya sudah eksis satu dengan yang
lain sudah melengkapi. Pada Uttaradhyaya dari Padma Purana (263.81) dapat
dijumpai pengelompokan kitab – kitab Purana sesuai dengan Tri Guna Purusa
Avatara dari sudut pendirian pengikut Vaisnawa. Menurut pengelompokannya hanya
kitab- kitab Purana (Visnu, Narada, Bhagavata, Garuda, Vadma dan Varaha)
merupakan kualitas “Ketuhanan” (Sattwika) dan menguasai pembebasan. Kitab –
kitab Purana yang diabdikan kepada Brahman (Brahmanda, Brahmavaivarta,
Markendeya, Bhavisya, Wamana, dan Brahma) merupakan kualifikasi “nafsu”
(Rajasika) dan hanya mengantarkannya untuk mencapai sorga, sedangkan Kitab –
kitab Purana lainnya diabdikan kepada Dewa Siwa (Matsya, Kurma, Lingga, Siva,
Skanda, dan Agni) digambarkan sebagai “kegelapan” (Tamasika) dan menguasai
neraka.
Di
dalam Sivarahasyakanda dari Sansekerta Samhiti, dari Kitab Skanda Purana nama –
nama dari delapan belas Purana itu disebutkan satu demi satu serta
pengelompokannya sebagai berikut :
1. Sepuluh
Purana berikut : Siva (Vayu), Darisya, Markandeya, Lingga, Varaha, Sekanda,
Matsya, Kurma, Vanana, dan Brahmanda Purana dinyatakan sebagai Purana yang
Sivaistik
2. Empat
Purana berikut : Visnu, Bhagavata, Naradiya, dan Garuda Purana dinyatakan
sebagai Visnuistik
3. Brahma
dan Padma Purana dikatakan diabdikan untuk Brahman (Brahmanistik)
4. Agneya
diabdikan untuk Agini
5. Brahma
Vaivarta diabdikan untuk Savitri
Kitab – kitab Purana (Maha Purana) di atas
disusun oleh Maha Rsi Vyasa. Buku – buku Purana yang ditulis belakangan dikenal
dengan nama “Upapurana” atau Purana Kecil (Minor Purana)
Jumlah Upapurana juga 18, yaitu :
1.
|
Sanathkumara
|
10.
|
Kalika
|
||
2.
|
Narasimha
|
11.
|
Samba
|
||
3.
|
Naradiya
|
12.
|
Saura
|
||
4.
|
Siva
|
13.
|
Aditya
|
||
5.
|
Durvasa
|
14.
|
Mahesvara
|
||
6.
|
Kapila
|
15.
|
Devibhagavatam
|
||
7.
|
Manawa
|
16.
|
Vasistha
|
||
8.
|
Usana
|
17.
|
Visnu dharmottara
|
||
9.
|
Varuna
|
18.
|
Nelamata Purana
|
||
Masa Disusun dan Penyusun Kitab – kitab Purana
Kitab
– kitab Purana merupakan susastra agama yakni : “Hinduisme” yang mencapai jaman
keemasan pada pemujaan terhadap Deva Visnu dan Deva Siva dan kitab – kitab
tersebut merupakan buku penting pada era Brahmanisme. Pendapat para tokoh
tentang Purana : H.H Wilson mengungkapkan sesuai dengan semua Purana baik yang
merupakan karya yang belakangan merupakan Susastra Sansekerta dan nampaknya
berasal pada beberapa ribu tahun yang lalu tanpa cara pemeliharaan.
Untuk
karya sastra (puisi) Bana (sekitar 625 masehi) mengetahui Purana secara pasti
dan menuliskan dalam Novel sejarahnya yaitu : Harsacarita, Kumarila, yaitu
seorang filosop (sekitar 750 Masehi) menyatakan, Purana adalah sumber hukum.
Sri Sankara (Abad ke-9 Masehi) dan Ramanya (Abad ke-12 Masehi) menggolongkan
Purana dalam kitab – kitab suci dalam pengajaran pilsafat mereka. Seorang
penjelajah Arab Alberumi (Sekitar 1030 Masehi) menggolongkan Purana menjadi 18
Purana dan mengutifp tak hanya Aditya, Vayu, Matsya, dan Visnu Purana tetapi
telah dikaji secara cermat salah satu kitab Purana yang memilih bahwa Purana
terakhir adalah Visnudharmottara (Vinternitz 1990 : 503).
Terdapat
perbedaan pandangan yang sangat luas antara para sarjana India tentang masa
disusunnya Kitab – kitab Purana yang sebagian menyatakan bahwa Purana (Purana
Samhita) “yang asli” telah ditulis sebelum era masehi. Menurut VS Agrawala,
Lomaharsana adalah guru yang asli dari Purana, yang mengajarkan mula
samhita yang jumlahnya masing – masing 4.000-6.000 sloka, yang meguraikan
6 topik penting dan sangat mendasar (essensi) yang setiap bagiannya terdiri
dari 4 pada yakni : Sarga atau pencipta dunia, Prati Sarga atau masa
kehancuran, Manvantara atau masa – masa usia dunia dan Vanisa atau silsilah
keturunan suatu dinasti. Catur Pada atau Catur Laksana ini tetap terpelihara
dan dapat dijumpai dalam kitab Vayu Purana dan Brahmanda Purana.
Lebih
jauh menurut R.C.Hazra (Loc.Cit) sisipan (interpolasi) tetang materi terhadap
kitab – kitab Ur-Purana telah terjadi antara abad ke-3 sampai abad ke-5 masehi
yang mengambilkannya dari kitab – kitab Semrti. Pada umumnya para sarjana
berpendapat bahwa Kitab – kitab Purana telah ditulis antara 400 sampai 1.000
sebelum masehi, namun untuk dimaklumi bahwa bentuknya tenunya tidak sama
persisi dengan yang kita warisi dewasa ini. Gyani dalam artikelnya, “Date on
the Purana Litrature” (Vol. II, No.3.1-2) menguraikan empat fase penulisan
Kitab – kitab Purana sebagai berikut :
1. Fase
Akhyana vamsa sekitar 1.200-950 sebelum masehi
2. Fase
Perpecahan (terbagi menjadi 2 kelompok) sekitar 950-500 sebelum masehi
3. Fase
Panca Laksana, sekita 500 sebelum masehi sampai awal masehi
4. Fase
Sektarian atau fase ensiklopedi, mulai awal tahun masehi sampai 700 masehi
(Deshpande, Vol. 39, Part I 1988 : XVIII)
Seperti
yang telah diuraikan di depan, dinyatakan bahwa penyusun Kitab – kitab Purana
adalah Maha Rsi Vyasa, Putra Parasara yang juga dikenal dengan nama Krsna
Dvipayana. Di Indonesia di Jawa maupun di Bali hanya ditemukan 1 dari 18 Purana
yaitu : berbentuk prosa yakni Brahmanda Purana yang mempergunakan Bahasa Bali
dan Bahasa Jawa Kuno. Prof. Dr. Poerbatjaraka dalam penelitiannya tentang
sastra Jawa Kuno Kitab Brahmanda Purana sejaman dengan kitab Sang kamahayanikan
yang ditulis 851-869 çaka (929-947 masehi) berkarakter Sivaistik.
Purana Berbahasa Jawa Kuno (di Indonesia)
Kitab
Brahmanda Purana berbahasa Jawa Kuno, yang satu – satunya Kitab Purana dalam
kasanah kepustakaan Jawa Kuno. Yang merupakan sumber ajaran Agama Hindu, yang
menurut P. Van Stein Callenfels dan Zoetmulder kitab ini seperti halnya
Sarasamuscaya dan Agastya Parwa merupakan karya religius (Hinduistilo). Di
Indonesia telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh I Gede Sandi, B.A
dan I Gede Puja, MA. SH (1980) dan kajian yang pertama, dilakukan oleh I Gonda
yang dilaksanakan pada tahun 1932 (Zoetmulder 1953:59). Prof. Dr. Rajendra
Mishra menyatakan bahwa Kitab Brahmanda Purana Berbahasa Jawa Kuno tersebut
bersumber pada Brahmanda Purana berbahasa Sansekerti karya Maha Rsi Veda Vyasa
(1989:84). Di masyarakat masih terjadi kerancuan menganggap kitab – kitab Raja
Purana seperti Raja Purana Pura Besakih sebagai juga kitab – kitab Purana (Maha
atau Upapurana), kerancuan ini meski segera diakhiri, karena kitab – kitab Raja
Purana memuat catatan tentang
Upacara
– upacara di Pura tersebut, propertinya dan lain – lain, yang sangat jauh
berbeda dengan kitab – kitab Purana berbahasa Sanskerta sebagai sumber
Komprehensif ajaran Agama Hindu.