Mitologi Kanda Pat di bali


Dalam mitologi disebutkan bahwa ketika Dewi Uma telah kembali ke Siwa Loka, maka yang tinggal di dunia adalah perwujudan beliau dengan segala sifatnya. Jasad ini kemudian oleh Dewa Brahma dihidupkan dan menjadi empat tokoh yang disebut dengan catur sanak, yakni :
Anggapati
menghuni badan manusia dan mahluk lainnya. Ia berwenang mengganggu manusia yang keadaannya sedang lemah atau dimasuki nafsu angkara murka.
Mrajapati
sebagai penghuni kuburan dan perempatan agung. Ia berhak merusak mayat yang ditanam melanggar waktu/dewasa. Juga ia boleh mengganggu orang yang memberikan dewasa yang bertentangan dengan ketentuan upacara.
Banaspati
menghuni sungai, batu besar. Ia berwenang mengganggu atau memakan orang yang berjalan ataupun tidur pada waktu-waktu yang dilarang oleh kala. Misalnya tengai tepet atau sandikala.
Banaspatiraja,
sebagai penghuni kayu-kayu besar seperti kepuh, bingin, kepah, dll yang dipandang angker. Dia boleh memakan orang yang menebang kayu atau naik pohon pada waktu yang terlarang oleh dewasa.
Sebagaimana tertulis dalam lontar Kanda Pat Buta disebutkan bahwa;
  • Anggapati berarti kala atau nafsu di badan kita sendiri.
  • Merajapati berarti penguasa Durga setra gandamayu.
  • Banaspati diwujudkan berupa jin, setan, tonya sebagai penjaga sungai, jurang atau tempat kramat.
  • Dan Banaspatiraja diwujudkan dalam bentuk barong sebagai penguasa kayu besar atau hutan.
sekilas tentang Kanda Pat
Teknik berdasarkan Tantra ini banyak diterapkan di Masyarakat Hindu Dharma di Jawa dan Bali. Tantra bukan untuk memperoleh ilmu-ilmu gaib, magis, kesaktian-kesaktian dan lain sebaginya. Tantra untuk memperoleh ketenangan, ketentraman, kedamaian. Untuk lebih jelasnya, tantra untuk mencapai tingkat Samadhi. Di Jawa dikenal dengan Sedulur Papat Pancer Lima, dan di Bali disebut KANDA PAT.

Kanda Pat merupakan salah satu cara peralihan mental Kundalini yang diterapkan di Jawa dan Bali. Kanda Pat adalah Empat Teman: Kanda = teman, Pat = empat, yaitu kekuatan-kekuatan Hyang Widhi yang selalu menyertai roh (Atman) manusia sejak embrio sampai meninggal dunia mencapai Nirwana. Menurut Kitab Suci Lontar Tutur Panus Karma, nama-nama Kanda Pat berubah-ubah menurut keadaan/ usia manusia:
  1. Namanya selalu berubah sesuai dengan pertumbuhan manusia, karena pengaruh Panca Indria kepada Roh/ Atma juga berubah-ubah. Jadi nama yang berubah untuk memberi batasan pada masing-masing tingkat kekuatan pengaruh panca indria sejalan dengan pertumbuhan manusia. Panca Indria dapat menyebabkan keterikatan atman oleh karena itu atman perlu dilindungi. Yang bisa membantu manusia melindungi dirinya dari godaan panca indria adalah Kandapat.
  2. Jika jalinan/ hubungan manusia dengan Kandapat terhambat atau bahkan tidak ada hubungan sama sekali, maka perlindungan Kandapat-pun berkurang atau tidak ada. Orang-orang kebathinan biasanya mulai dengan menguatkan Kandapatnya ini dengan cara selalu ingat dan membagi suka/ duka dengannya. Jika sudah dekat, Kandapat bisa jadi Guru dan penuntun karena pada hakekatnya Kandapat itu juga Manifestasi Hyang Widhi.
Kandapat adalah manifestasi Brahman (Hyang Widhi) yang Esa; jadi ia akan selalu ada dan selalu sama pada penjelmaan-penjelmaan manusia berikutnya.
  • Usia Manusia; Kanda 1, Kanda 2, Kanda 3, Kanda 4.
  • Kandapat Rare; Embrio, Karen, Bra, Angdian Lembana.
  • Kandungan 20 hari; Anta, Prata, Kala, Dengen.
  • Kandungan 40 minggu; Ari-ari, Lamas, Getih, Yeh-nyom.
  • Lahir, tali pusar putus; Mekair, Salabir, Mokair, Selair.
  • Kandapat Bhuta: Bayi bisa bersuara; Anggapati, Prajapati, Banaspati, Banaspatiraja.
  • Kandapat Sari: 14 tahun; Sidasakti, Sidarasa, Maskuina, Ajiputrapetak.
  • Bercucu; Podgala, Kroda, Sari, Yasren.
  • Kandapat Atma: Meninggal dunia; Suratman, Jogormanik, Mahakala, Dorakala.
  • Kandapat Dewa: Manunggal (Moksa); Siwa, Sadasiwa, Paramasiwa, Suniasiwa.
Bagan di atas dapat juga dibaca terbalik dengan pengertian sebagai berikut:
Hyang Widhi mewujudkan diri menjadi empat manifestasi, kemudian keempatnya itu yaitu:
  • Hyang Siwa selanjutnya mewujudkan dirinya menjadi ari-ari
  • Hyang Sadasiwa mewujudkan diri sebagai lamas
  • Hyang Paramasiwa mewujudkan diri menjadi getih, dan
  • Hyang Suniasiwa mewujudkan diri menjadi Yeh-nyom.
Bentuk-bentuk KandaPat yang dapat dilihat dan diraba secara nyata adalah ari-ari, lamas, getih dan yeh-nyom. Setelah mereka dikuburkan (segera setelah bayi lahir) maka perubahan selanjutnya adalah abstrak (tak berwujud) namun dapat dirasakan oleh manusia yang kekuatan bathinnya terpelihara. Keempat teman yang abstrak ini menyertai terus sampai manusia mati dan rohnya menghadap ke Hyang Widhi. Mereka juga menjaga dan melindungi roh, serta mencatat sejauh mana atman (roh) terpengaruh oleh indria keduniawian. Semua pengalaman hidup di record oleh Sang Suratman yang dahulu berbentuk ari-ari. Inilah catatan subha dan asubha karma yang menjadi penilaian dan pertimbangan kesucian roh untuk menentukan tercapainya moksa (bersatunya atman-brahman) ataukah samsara (menjelma kembali). Kandapat ada dalam diri/ tubuh manusia, namun ketika tidur, kandapat keluar dari tubuh masuk ke Dunia Batin. Maka mereka perlu dibuatkan tempat suci/pelinggih berupa "pelangkiran" di kamar tidur, tempat bersemayamnya kanda pat ketika kita tidur pulas. Dunia Batin diwujudkan dalam bentuk “pelangkiran” atau ruang suci.

PELANGKIRAN
Pelangkiran berasal dari kata "langkir" artinya tempat memuja; yang malinggih di pelangkiran kamar tidur adalah Sang Kanda Pat yaitu : kekuatan Ida Sanghyang Widhi Wasa yang senantiasa menyertai diri kita sejak di kandungan sampai mati bahkan sampai Atman kita menghadap Sang Pencipta.
Mereka adalah :
  1. Yeh Nyom yang menjadi Bhuta Anggapati berkedudukan di kulit.
  2. Darah yang menjadi Bhuta Prajapati berkedudukan di darah.
  3. Ari-ari yang menjadi Bhuta Banaspati berkedudukan di daging.
  4. Lamas yang menjadi Bhuta Banaspatiraja berkedudukan di urat.
Dalam lontar "Aji Maya Sandhi" disebutkan ketika manusia sedang tidur maka Kanda Pat itu keluar dari tubuh manusia dan bergentayangan, ada yang duduk di dada, di perut, di tangan dsb. sehingga mengganggu tidur manusia; oleh karena itu perlu dibuatkan pelangkiran untuk stananya agar mereka dapat melaksanakan tugas sebagai "penunggu urip".

Jika itu dilaksanakan maka manusia akan tidur dengan tenang dan nyenyak karena sudah ada yang menjaga dari segala bentuk gangguan roh jahat. Di dalam pelangkiran itu letakkan tegteg daksina sebagai linggih mereka berempat, dan setiap purnama diperbaharui.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar