Jejak-Jejak Peradaban Veda di Perancis
Pengaruh Veda di Perancis dapat dikenali dalam Caesar’s Commentaries on the Gallic War, pada halaman
180-1, yang mana ia menjelaskan bahwa dimana-mana di Gaul (Perancis) terdapat
dua kelas manusia; “Druid” dan “Knight”. Kaum Druid memimpin pemujaan kepada
para dewa, melaksanakan ritual, dan menjawab pertanyaan tentang keagamaan.
Laki-laki dalam jumlah cukup banyak tinggal bersama mereka untuk belajar dan
banyak orang menaruh rasa hormat kepada mereka. Mereka juga bertindak sebagai
penegak hukum apabila terjadi perselisihan dan membuat keputusan bisa berupa
hadiah atau hukuman. Dengan cara ini, kita bisa mengetahui bahwa kaum Druid
pastinya adalah kaum Brahmin wilayah itu, dan kultur Perancis pada masa awal
sangat mirip dengan yang ada di Britania.
Mr. Oak menyebutkan pada halaman 831 World Vedic Heritage, “Sebelum bahasa Inggris
berkembang menjadi bahasa yang berdiri sendiri, diketahui dengan pasti bahwa
orang Inggris berbicara bahasa yang sama dengan orang Perancis. Itu karena bahasa
atau bahasa-bahasa yang dipakai di seluruh Eropa merupakan variasi Sanskrit.
“Dalam konteks ini Godfrey Higgins mengamati [dalam The Celtic Druids], ‘Berbicara mengenai
orang-orang Gaul (Perancis), Caesar mengatakan, bahwa mereka semua memiliki
bahasa yang sama, dengan sedikit variasi dalam dialek mereka. Tetapi ia
mengatakan adalah hal biasa bagi mereka untuk melintas ke Britania untuk
meningkatkan kemampuan diri mereka dalam ajaran-ajaran kaum Druid, yang hampir
membuktikan bahwa kedua negara ini memiliki bahasa yang sama. Dan Tacitus
mengatakan secara ekspresif, bahwa bahasa orang-orang Gaul (Perancis) dan
Britania tidak begitu berbeda. . . .’ Itulah kenapa bahasa Perancis terus
dipakai sebagai bahasa oleh orang Britania untuk jangka waktu lama.
“Ini mencerminkan bahwa tidak
hanya Perancis dan Inggris tetapi seluruh Eropa dan keseluruhan dunia pernah
berbicara Sanskrit sebagai bahasa umum. Dengan meredupnya imperium Veda dunia,
kontinen, region, dan kemudian bahkan setiap negara salah mengira gaya bahasa
dan perusakan mereka terhadap Sanskrit sebagai bahasa milik mereka sendiri”.
Dalam hal nama “France”, itu berasal dari akar kata Sanskrit pra, diucapkan sebagai “fra” dalam pengucapan modern.
Akar kata Sanskrit pra mengandung konotasinya dalam bahasa percakapan Eropa
modern sebagai “pro” yang berarti “cenderung kepada”. Seorang pendeta Veda
dalam Sanskrit dikenal sebagai pravarh, yang berarti
cenderung kepada var, tingkat
spiritualitas yang lebih tinggi. Pravar dalam
terminologi Veda masih digunakan di Eropa sebagai “Friar”. Penambahan “nce”
dalam nama “France” adalah bentuk jamak “Fra”, yang berarti sekelompok orang (Vedic Friars atau Druids) yang memiliki kecenderungan
kepada kebebasan spiritual. Ini adalah tujuan hidup menurut Veda. Sehingga
pemakaian nama Friar oleh orang Kristen juga membuktikan hubungannya dengan
Veda.
Nama Paris juga sebuah turunan Vedic, dan merupakan versi yang
dipendekkan dari nama dewi Veda Parameshwari. Pada jaman
Romawi Paris dilafalkan sebagai Parisorium, yang merupakan perusakan dari nama
Sanskrit Parameswarium, yang berarti tempat pemujaan dewi Parameswari. Ini
berarti bahwa disana pasti pernah ada sebuah kuil untuk memuja dewi Parameswari
di bantaran Sungai Seine. Kota yang berkembang diseputanya menjadi dikenal
sebagai Parameswarium. Setelah Perang Mahabharata di Kuruksetra dan gangguan
dalam skala internasional atas administrasi pemerintahan Veda, nama Sanskritnya
akhirnya disebut Parisorium. Dan setelah kekuasaan Romawi berakhir, namanya
kemudian disingkat menjadi Paris. Orang Perancis lebih jauh lagi menyingkatnya
menjadi “Pari”. Inilah suatu tanda bagaimana nama-nama setempat mengalami
perubahan dan bahwa orang-orang Perancis telah melupakan akar-akar Veda mereka.
Untuk menghormati tanah kelahiran
mereka, Seine River pada mulanya disebut Sindhu oleh mereka yang datang dari
India dan menjadikan Perancis sebagai koloninya. Orang-orang Perancis kemudian
hari membuang suku kata terakhir dan apa yang tersisa adalah Sind atau Seine,
sebagai namanya sekarang ini.
Terdapat banyak kesamaan lainnya antara bahasa Perancis dengan
Sanskrit. Sebagai contoh, orang Perancis biasanya melafalkan “S” sebagai “Z”.
Jadi, anda menemukan kata Sanskrit Ishwar, yang berarti
“Great Lord” biasa dipakai untuk menyebut para penguasa sementara di berbagai
belahan dunia, diucapkan sebagai Caesar, Kaiser, Czar, Kaisar, dan Azar di
Mesir kuno. Akar kata Sanskrit “tu”, diucapkan
secara lebih lembut menjadi “the” dalam bahasa Inggris dan “des” dalam bahasa
Perancis.
Contoh lainnya yang yang memberikan pemahaman terhadap peradaban
Veda di Perancis permulaan adalah nama kota Cannes. Huruf “C” dilafalkan
sebagai “K” tetapi juga bisa digunakan untuk “S”. Jadi nama Cannes dapat dieja
sebagai Sannes, yang secara langsung berhubungan dengan istilah Sanskrit Sanis untuk Saturnus. Jadi, disini
mungkin pernah jadi pusat pemujaan Saturnus, dan katedral yang sangat luas
disana mungkin pernah menjadi lokasi kuil Veda Saturnus di jaman dahulu.
Istilah “Notre Dame” biasanya diterjemahkan yang artinya “Our
Lady”, tetapi sebenarnya itu seharusnya berarti “Our Mother”. Beberapa merasa
bahwa Notre Dame tadinya pernah menjadi lokasi sebuah kuil Veda untuk “Mother
Goddess”, Bhagavati atau Parameswari. Itu masih merupakan sebuah kuil untuk
Dewi Ibu tetapi dalam abad ke-duabelas telah dikonversi menjadi sebuah gereja
Kristen. Buktinya adalah bahwa bangunan itu masih memiliki berbagai pola
geometrikal, seperti siku-siku, segi enam, segi delapan, dan lingkaran dengan
12 atau 24 jeruji. Desain esoterik seperti itu dikenal sebagai Yantradalam pemujaan kepada para Dewi
Veda. Pola-pola seperti itu mencerminkan banyak daya kreatif yang dibutuhkan
selama proses penciptaan jagat raya, yang mana Dewi Ibu Veda ikut
berpartisipasi. Anda juga dapat menemukan lambang-lambang 12 zodiak astrologi Veda
pada bangunannya. Astrologi Veda berkenaan dengan kelahiran-kelahiran masa lalu
dan yang akan datang dari jiwa manusia dan karma-nya. Apabila katedral itu
aslinya adalah sebuah bangunan Kristen, lambang-lambang astrologi itu pasti
tidak akan ada disana karena astrologi tidak memiliki tempat dalam Kekristenan.
Agama Kristen tidak mengakui pengetahuan tentang kelahiran-kelahiran masa lalu
dan yang akan datang, begitu juga dengan pengetahuan yang terkait dengan hukum
karma. Lambang-lambang zodiak juga menunjukkan bahwa, menurut tradisi, tidak
diragukan lagi bahwa itu adalah image dari sembilan planet yang dibangun
bersamaan dengan kuil pada masa pra agama Kristen.
Anda juga bisa lihat puncak
menara kuil ditutupi dengan gambar-gambar para orang suci, biarawati, burung,
binatang buas dan raksasa. Dekorasi menara-menara kuil dengan cara ini juga
adalah tradisi Veda. Anda menemukan ini khususnya di daerah India Selatan.
Pada halaman 25 buku Matter,
Myth and Spirit or Keltic Hindu Links, Dorothea Chaplin menjelaskan
bahwa, “Di Atun di Perancis, ada sebuah patung deity yang disangka sebagai Dewa
Kesuburan suku Keltic sedang melawan seekor ular”. Ini pasti adalah Krishna
yang sedang menundukkan ular Kaliya. Dia diberi label sebagai dewa kesuburan
adalah anggapan keliru dari para ilmuwan Kristen yang dengan gampangnya membuat
prasangka dalam benak orang. Kenyataannya adalah bahwa episode Purana tentang
Lord Krishna melawan ular berkepala banyak Kaliya sangat populer diantara semua
orang yang berasal dari India. Mereka secara alami pasti akan membawa
ceritera-ceritera ini dan teks-teks Veda bersama mereka, begitu juga dengan
membangun kuil untuk deity-deity mereka, seperti Lord Krishna. Oleh karena itu,
Atun pastinya memiliki sebuah kuil kuno untuk memuja Krishna di pusat huniannya
dengan katedral sebagai pokoknya.
Pada halaman 822-3 World
Vedic Heritage, Mr. Oak menjelaskan bahwa Strabo, ahli geografi kuno, mencatat
dalam karyanya Geography of Marseilles bahwa kota ini memiliki dinding perlindungan di sekelilingnya.
Disana juga ada sebuah kuil untuk Delphian Apollo, sebuah kuil matahari. Sebuah
kuil matahari Veda juga disebut dengan Marichalayas. Jadinya, nama
Marseilles diturunkan dari istilah itu.
Verseilles mendapatkan namanya dari kata Sanskrit Vareshalayas, yang berarti tempat pemujaan
untuk Great Lord, Vishnu atau Shiva. Pusat Katedral pada jaman dahulu adalah
sebuah tempat yang aslinya kuil Veda.
Nama kota Sable juga adalah
penyingkatan dari Shibalaya, yang merupakan distorsi nama Sanskrit Shivalaya.
Katedral pimpinan di kota itu pastinya adalah tempat yang aslinya sebuah kuil
Shiva. Atas dasar ini, Dr. V.V. Pendse, kepala dari Dyanaprabodhini Institution
di Pune, India, mengintip melalui sebuah jendela dari salah satu tempat yang
disucikan dalam katedral, yang terkunci secara permanen sebagai yang sangat
disucikan dan dirahasiakan. Di dalam ia melihat bahwa interiornya mengandung
semua pertanda dari sebuah Shiva-linga yang tercabut. Ini lebih jauh
membuktikan bahwa Perancis pre-Kristen pernah melakukan dan menjadi bagian dari
peradaban Veda di masa lampau.
Sumber terjemahan dari buku “Proof
of Vedic Culture’s Global Existence” oleh Stephen Knapp.